“Ilmu itu bagaikan binatang buruan, sedangkan pena adalah pengikatnya, maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.” – Imam Syafi’i.
Bekasi, ZI – Sekolah adalah tempat untuk menuntut ilmu. Dan guru adalah sumber terang yang memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak muridnya, sebagai modal mereka mengarungi hidup yang kejam. Namun apa jadinya bila sekolah malah mempertontonkan kebodohan serta memberikan contoh tidak terpuji.
Seperti halnya yang ditemui ZI di Kota Bekasi. Demi ambisi untuk menjalankan Adaptasi Tatanan Hidup Baru Satuan Pendidikan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (ATHB-SP PTMT), Dinas Pendidikan, kepala sekolah dan guru di kota Bekasi melakukan intimidasi ke orang tua murid, bahkan mereka dengan terang-terangan melakukan tindakan-tindakan manipulatif.
Menindak lanjuti pemberitaan sebelumnya, “Pembelajaran Tatap Muka, Disdik Kota Bekasi “Intimidasi” Orang Tua Untuk Setuju”, ZI lalu menyampaikan permasalahan surat pernyataan orang tua perihal persetujuan pembelajaran tatap muka ini ke Inspektorat Kota Bekasi. Dan diterima oleh Irban 4, Robert Siagian.
Dalam keterangannya, Robert Siagian mengatakan bahwa informasi akan adanya surat pernyataan ini telah mereka tindak lanjuti. Dan dia juga menyesalkan, mengapa pihak sekolah sampai mengeluarkan (menyodorkan—red) surat pernyataan persetujuan pembelajaran tatap muka kepada orang tua murid, untuk ditanda tangani, diatas materai Rp. 10.000,-.
“Informasi dari Abang sudah kita tindak lanjuti. Dan benar, didalam SKB 4 Menteri maupun Surat Edaran Kadisdik perihal ATHB-SP PTMT, tidak ada ditekankan adanya surat pernyataan orang tua diatas materai. Adapun surat pernyataan yang ada ini, kemungkinan karena pihak sekolah salah dalam menerjemahkan Surat Edaran Kadisdik,” kata Robert.
Irban juga mengatakan bahwa isi dalam surat edaran kadisdik sudah baik. Dan sesuai dengan SKB 4 Menteri. Dia juga mengatakan bahwa pihak Inspektorat sudah memberikan penjelasan bahwa ada kesalah kaprahan penggunaan materai untuk sebuah surat pernyataan persetujuan orang tua murid. Dan semestinya, Dinas Pendidikan lebih proaktif mengawal kebijakan, sehingga jangan sampai ada insiden-insiden seperti ini.
“Kita sudah meminta klarifikasi kepada Kepala Dinas Pendidikan. Dan kita juga meminta Kadisdik untuk mengevaluasi akan kejadian ini,” tambah Robert.
Sedangkan di tempat terpisah, Manotar Tampubolon, Penasehat Hukum dan juga akademisi bidang hukum menyayangkan apa yang telah terjadi.
“Dari kaidah hukum dan juga administrasi, apa yang dilakukan sekolah dan Dinas Pendidikan tidak lagi dapat dibenarkan. Pertama, tidak ada poin di SKB 4 Menteri yang meminta persetujuan orang tua murid untuk melaksanakan ATHB PTMT diatas sebuah surat pernyataan diatas materai. Kedua, tidak boleh sekolah menyodorkan sebuah surat pernyataan yang sudah jadi, lalu orang tua diminta untuk menandatangani surat itu. Itu sudah sangat melanggar. Karena seharusnya orang tua itu sendiri yang membuat surat pernyataan, kalo perlu ditulis tangan,” jelas Manotar.
Manotar juga mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan sekolah sudah selayaknya dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara dan Kementerian Pendidikan.
“Biar KASN dan Kemendikbud yang memberikan sanksi tegas kepada mereka. Ini sudah tidak dibenarkan,” tegas pengacara di LBH Patriot ini.
Sedangkan Tulus Rustam Purba, pemerhati sosial ditempat lain mengatakan ke ZI, bahwa permasalahan surat pernyataan yang disodorkan sekolah untuk ditandatangani orang tua murid diatas materai sebagai bentuk intimidasi dan juga manipulatif.
“Para kepala sekolah dan juga Dinas Pendidikan itu ngerti gak sih surat pernyataan. Dan apa arti, tujuan dan fungsi materai dalam sebuah surat. Dan lagi, coba lihat kalimat di bawah surat pernyataan itu. Ada kata-kata, “Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun“. Memangnya yang bikin surat siapa, sekolah. Orang tua murid hanya menandatangani. Itu penekanan, intimidasi yang terstruktur dan terencana. Mereka melakukan ini sudah ada niatan tidak baik. Apa motivasi mereka melakukan itu?” kata Tulus Rustam.
“Saya akan bawa ini ke Kemendikbud dan Ombudsman. Apa yang telah dilakukan Dinas pendidikan Kota Bekasi dan sekolah sangat tidak terpuji. Ini manipulatif hanya untuk sebuah kegiatan pembelajaran tatap muka,” pungkas Tulus. (GP)