Hakim Tolak Permohonan Pemohon Ganti Kerugian

Jakarta, ZI – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menolak permohonan pemohon yang diajukan oleh Swandika Kalu Sangaji atas tuntutan ganti kerugian meski diputus pengadilan secara sah dan meyakinkan tidak bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dengan kekerasan” karena tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana ketentuan Undang-Undang.

Keputusan tersebut dibacakan oleh hakim pada sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Jl. Gajahmada No. 17 Jakarta Pusat.

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima, permohonan pemohon tidak memenuhi tenggang waktu yang ditentukan Undang-Undang,” demikian penetapan dalam amar putusan yang dibacakan Yang Mulia Hakim Tunggal Djuyamto, SH, MH, Selasa (02/02-2021).

Dikatakannya, bahwa permohonan pemohon ganti kerugian dengan alasan, bahwa telah ada putusan tidak bersalah secara sah dan meyakinkan dari pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewisjde).

Hal itu diperbolehkan Undang-Undang, lanjutnya, sebagaimana ketentuan pasal 1 angka 22 KUHAP disebutkan, “Hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena, ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.

Bacaan Lainnya

Selain itu, lanjutnya, dimana dalam hal ini pemohon mengajukan permohonan ganti kerugian setelah perkaranya diperiksa oleh pengadilan dan berdasarkan pemeriksaan tersebut hakim menjatuhkan putusan bebas.

Namun, kata dia, sebagaimana ketentuan pasal 7 ayat (1) PP Nomor. 92 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor. 27 tahum 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan, “Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima”.

Karena itu, tegasnya, atas ketentuan tersebut dan dengan penggunaan frasa hanya dapat di dalam ketentuan mengenai tenggang waktu pengajuan Ganti Kerugian tersebut menurut pengadilan adalah merupakan persyaratan formal yang harus dipenuhi agar permohonan Ganti Kerugian dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya, sehingga batas waktu pengajuan yaitu, paling lambat 3 bulan sejak petikan atau salinan putusan diterima oleh pemohon merupakan syarat mutlak.

Dimana, tambahnya, bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon melalui kuasa hukumnya dari para Advokat dan Pembela Umum pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Sharon serta bukti saksi Maryani telah ternyata tidak terdapat satu bukti-pun yang menunjukkan fakta permohonan telah diajukan sebagaimana ketentuan Undang-Undang.

Padahal, lanjut dia, sebagaimana dalil permohonan pemohon menyebutkan, “Bahwa relaas pemberitahuan isi putusan Mahkamah Agung No. 448 K/Pid/2017 jo. No. 523/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr yang diberikan jurusita pengganti pada termohon III tersebut pada hari Kamis tanggal 1 Oktober 2020, dimana pemohon tidak memperlihatkan bukti adanya relaas tersebut di persidangan”.

Dengan demikian, menurut dia, pengadilan berpendapat pemohon tidak dapat membuktikan permohonannya telah diajukan sebagaimana tenggang waktu yang ditetapkan Undang-Undang, yang berakibat permohonan tersebut tidak memenuhi syarat formal dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) PP Nomor. 92 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Ditegaskannya, bahwa dengan tidak dipenuhinya syarat formal pengajuan Ganti Kerugian berdasarkan ketentuan Undang-Undang, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Sebagaimana diketahui, Swandika Kalu Sangaji (ketika itu terdakwa II) dalam mengajukan permohonan ganti kerugian kepada para termohon yakni, Negara Kesatuan Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian RI cq. Kepolisian Daerah Metro Jaya cq. Kepolisian Sektor Tanjung Priok (termohon I), NKRI cq. Kepala Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta cq. Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara (termohon II), NKRI cq. Mahkamah Agung RI cq. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (termohon III) dan NKRI cq. Kementerian Keuangan (termohon IV).

Adapun yang menjadi dasar diajukannya permohonan ganti kerugian tersebut, dikarenakan telah terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) sebagaimana yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor ; 448 K/Pid/2017 tertanggal 20 Juli 2017 juncto Putusan PT DKI Jakarta Nomor ; 283/PID/2016/PT. DKI tertanggal 28 Oktober 2016 juncto Putusan PN Jakarta Utara Nomor : 523/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr tertanggal 10 Agustus 2016. (Ari/ZI)

Pos terkait