Bekasi, ZI – Menindak lanjuti pemberitaan sebelumnya, https://zonaintegritas.news/aduh-ngeri-semua-kepala-sekolah-sekarang-terancam-masuk-penjara/ , pejabat-pejabat di Dinas Pendidikan Kota Bekasi sampai dengan Kepala Dinas Kota Bekasi mengambil sikap untuk diam membisu.
Saat dipertanyakan melalui aplikasi WA terkait status mantan Kepala SMPN 28 (AS), Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Dr. H. Inayatulah, sampai berita ini diturunkan memilih untuk bungkam. Seakan tidak merasa terusik bahwa kasus yang menimpa mantan Kepala SMPN 28 itu sejatinya telah menciderai dan menodai pendidikan di Kota Bekasi.
Bagaimana tidak, seorang kepala sekolah yang notabene adalah guru, dapat ditersangkakan dalam perkara kasus korupsi. Bila guru dan kepala sekolah berperilaku seperti yang disangkakan, apa yang terjadi dengan anak didiknya. Karena sesuai kata peribahasa, Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari.
Seperti diketahui, Mantan Kepala SMPN 28 Kota Bekasi (AS) bersama dengan SH (Bendahara Sekolah), dijemput aparat penegak hukum dan langsung dikirim ke rumah tahanan di Bandung pada tanggal 16 Februari 2021 silam. Kedua orang tersebut ditersangkakan dengan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua orang tersebut ditersangkakan dan didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi Dana BOS Reguler Tahun Anggaran 2018. Dan sampai saat ini, AS dan SH sudah mendiami rumah tahanan lebih dari 50 hari, sambil menunggu proses pengadilan, yang sudah sampai 5 kali.
AS dan SH, diseret ke Pengadilan Tipikor di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (1/3/2021). Mereka duduk di kursi terdakwa dalam perkara penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun anggaran 2018. Kedua terdakwa, AS dan SH, diduga terlibat tindak pidana korupsi melakukan korupsi dana BOS sebesar Rp. 379 juta lebih.
Dalam sidang perdana perkara, agendanya adalah pembacaan berkas dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ardianita Febriniarty Djafar. JPU dalam dakwaannya mengatakan, SMPN 28 Kota Bekasi yang dipimpin AS mendapat alokasi dana BOS dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat senilai Rp1.290.178.050. Perinciannya, nilai dana BOS yang diterima dari pemerintah pusat sebesar Rp. 1 miliar lebih dan BOS pemerintah daerah Rp. 277 juta lebih.
Namun realisasi anggaran penggunaan dana BOS yang sesuai ketentuan senilai Rp. 910.702.513. Sehingga ada selisih yang tidak bisa dipertanggung jawabkan senilai Rp. 379 juta lebih.
“Sehingga diduga terjadi kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp. 379.475.537,” kata jaksa Andrianita, dalam berkas dakwaan.
Terdakwa AS dan SH, ujar JPU, menggunakan dana BOS dari pemerintah daerah, untuk membayar sejumlah kegiatan yang dikerjakan pihak ketiga.
“Namun, dari Rp. 277 juta dana BOS dari pemerintah daerah, terdapat selisih Rp. 40 juta lebih yang tak bisa dipertanggungjawabkan,” ujar JPU.
Sementara, tutur Andrianita, dalam penggunaan dana BOS dari pemerintah pusat Rp.1 miliar lebih, untuk pengembangan perpustakaan, penerimaan peserta didik baru, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah serta honor guru, justru hanya Rp. 670 juta lebih yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Sisa dana BOS yang tak bisa dipertanggungjawabkan diduga digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum. Kedua terdakwa didakwa Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tutur Andrianita kala itu.
Salah satu kepala sekolah yang tidak mau dibuka identitasnya mengatakan bahwa apa yang menimpa AS dan SH, juga dialami oleh 2 (dua) Kepala Sekolah lainnya. Sumber juga mengatakan bahwa mereka (para kepala sekolah SMPN), untuk menunjukkan solidaritas dan mendukung agar kasus AS dan SH tidak menimpa 2 kepala sekolah itu, diminta untuk ruyungan (kolektif) sebesar Rp. 5 juta per kepala sekolah. Namun, sumber tidak berani mengungkapkan kemana uang yang dikumpulkan itu diserah terimakan.
Kepala sekolah lain, dengan nada kuatir, kepada ZI mengungkapkan kegalauannya bila kasus Arsad menimpa dirinya dan teman-temannya. Dia mengatakan bahwa apa yang terjadi dengan (AS) kemungkinan besar dapat menimpa para kepala sekolah lainnya.
“Kasus AS itu sebenarnya sudah lama bang. Kasihan dia, saya dengar 2 (dua) mobilnya sampai ikut terjual hanya untuk mengurus kasus yang menimpanya,” ungkap sumber.
Sumber juga menambahkan kalau mereka kini dalam kondisi serba galau dan kalut. Mereka takut apa yang menimpa AS, suatu saat, akan menimpa mereka. “Bagaimana tidak galau bang, terkadang kita para kepala sekolah dipaksa dalam kondisi serba sulit. Di satu sisi, kita ingin bekerja sesuai tupoksi, namun di sisi lain, banyak “pesanan” dari pejabat-pejabat dinas pendidikan yang harus kita akomodir. Kalau kita enggak ikut arahan, kita dianggap tidak loyal. Khan serba sulit bang,” ungkap sumber dengan nada miris.
Tulus Rustam Purba, salah satu penggiat anti korupsi yang bernaung di LSM Anti Korupsi Indonesia, kepada ZI, mengatakan bahwa semua kepala sekolah kini terancam untuk dipidana.
“Kasus AS itu membuka pandangan publik bahwa sekolah adalah ajang korupsi. Itu kini terbuka lebar. Tapi, kalau pihak APH (aparat penegak hukum) mau bekerja tanpa pandang bulu dan pilah-pilah, semua kepala sekolah rentan untuk dipidanakan. Korupsi Dana BOS bukan hal baru, tapi kenapa cuma AS yang dipilih. Coba mereka (para kepala sekolah—red), mau jujur, dalam kegiatan rehab sekolah maupun kegiatan belanja buku, mereka dapat fee dan keuntungan berapa. Belum lagi kegiatan outing class, penjualan seragam, sampai dengan praktik membunga-bungakan uang di koperasi simpan pinjam yang ada di sekolah. Penjara bisa penuh bila semua diungkap,” ketus Tulus, di kantornya di bilangan Mustika Sari, Kota Bekasi. (GP/ZI)