Labusel, ZI – Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Labusel Edi Parapat, dilaksanakan pada Kamis (28/10/2021), yang menghadirkan perwakilan masing-masing kedua belah pihak, utusan PT STA yang diwakili oleh D. Tamba (humas) dan masyarakat Dusun Tanjung Marulak Desa Huta Godang diwakili oleh Erlim Pane (jubir) Amas Tanjung (Kepala Dusun) dan beberapa tokoh masyarakat berjumlah sekitar 20 orang.
Dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut, yang intinya untuk meminta kelengkapan berkas-berkas dokumen terkait segala bentuk perizinan dan HGU tentang keberadaan perusahaan perkebunan PT.STA di Dusun Tanjung Marulak Desa Huta Godang Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Namun selama berlangsung nya RDP, pihak perusahaan tidak dapat menunjukkan berkas-berkas dokumen yang diminta oleh Ketua DPRD, padahal sebelumnya tgl 24 Oktober 2021 telah diadakan RDP pertama, dengan agenda yang sama yaitu, untuk melengkapi segala dokumen yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan, kurang lebih lima jam berlangsung RDP dilaksanakan sampai berakhir tanpa ada keputusan, sehingga Ketua DPRD Labusel menskor rapat, dan akan dilaksanakan kembali Rapat Dengar Pendapat untuk yang ke tiga pada hari Selasa tanggal 01 November 2021, dengan Agenda yang sama.
Berawal dari tahun 1984 pada saat itu, PT. Cisadane membuka lahan perkebuan seluas 569,55 Ha yang berlokasi di Dusun Tanjung Marulak Desa Huta Godang Labuhanbatu Selatan, seiring berjalannya waktu selang beberapa tahun kemudian PT. Cisadane mengalihkan kepemilikan lahan tersebut kepada PT. Naga Mas lalu kemudian PT Naga Mas mengalihkan Kembali kepemilikannya kepada PT. STA hingga saat ini. Persoalan muncul ketika PT. STA mengurus izin lokasi baru pada tanggal 27 Mei 2015, sementara perkebunan telah berdiri sejak tahun 1984, artinya perusahaan perkebunan telah beroperasi selama 31 tahun samapi sekarang, tanpa memiliki beberapa kelengkapan dokumen, sebagai syarat beroperasinya suatu perusahaan perkebunan yang secara kebetulan keberadaanya di Dusun Tanjung Marulak.
Menariknya dalam RDP tersebut, ada suatu pernyataan dari salah satu anggota DPRD Labusel dari fraksi PDIP, ‘Selama 31 tahun perkebunan beroperasi bagaimana mungkin bisa tidak harus mempunyai izin dan HGU toh bisa beroperasi, tentunya ada pihak–pihak yang sangat diuntungkan dalam permainan ini.’
Suatu yang sangat janggal kenapa pihak perkebunan hanya diam seribu bahasa ketika dalam RDP, hanya beberapa kali saja mengeluarkan statemen yang intinya tidak mengetahui detail tentang perkebunan hanya mengakui dan mengatakan, ‘memang mereka tidak mempunyai HGU tentang keberadaan perkebunan di Dusun Tanjung Marulak Desa Huta Godang Labuhan batu Selatan.’
Dalam dokumen sesuai dengan pelaporan kegitan perkebunan PT.STA memiliki asset perkebunan seluas 3.834.49 Ha, yang berlokasi di beberapa tempat, seperti Binanga Dua (1.078.56. Ha) Gunung Tua Jae (2.242.24 Ha) Desa pulo Jantan(343,51 Ha) dan Desa Purworejo (174.18 Ha).
Namun dalam dokumen tersebut keberadaan perkebunan PT. STA di Dusun Tanjung Marulak memang tidak dicantumkan. Atas dasar ketidak adanya beberapa dokumen secara lengkap, kemudian oleh masyarakat menuntut untuk penyelesaian atas penguasaan lahan yang dikuasai oleh perkebunan PT. STA untuk dikembalikan kepada masyarakat.
Memang permasalahan ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Ini merupakan yang kedua, masyarakat Dusun Tanjung Marulak menggungat keberadaan perkebunan, itu pun setelah masyarakat memperoleh berkas-berkas data-data terbaru tentang keberadaan PT. STA, barulah kemudian permasalahan kembali digugat kepermukaan.
Pada saat pertama kali masyarakat menggungat, hingga dibawa ke DPRD Provinsi Sumatera Utara ternyata diluar dugaan, adanya dokumen yang menyatakan bahwa permasalahan dengan perkebunan PT. STA telah selesai dengan adanya dokumen perdamaiyan antara pihak perusahaan dan masyarakat yang ditanda tangani oleh masyarakat itu sendiri, sehingga permasalahan pada saat itu dianggap sudah selesai, (bersambung...)
(ahs/koordinator labura)