Memaknai Soliditas 

Foto: Djuyamto, SH, MH, Pengurus Dewan Pimpinan Pusat IKAHI/zi

(Oleh : Djuyamto, SH, MH.)

Jakarta, ZI – Antusiasme anggota IKAHI dalam menyambut HUT IKAHI ke-68 kali ini luar biasa, hal ini bisa dilihat dari beberapa indikasi misalnya naiknya persentase peminat untuk mengikuti lomba yang diadakan Panitia HUT IKAHI yaitu lomba karya tulis ilmiah, lomba vlog, peserta baksos donor darah dan yang kekinian yaitu serunya para hakim memposting foto mereka dalam bingkai khusus ucapan selamat ultah IKAHI, tidak hanya para hakim tingkat pertama tapi juga para hakim tinggi, para ketua pengadilan tingkat banding, bahkan para hakim agung meramaikan postingan di medsos maupun di WA Group para hakim. 

Barangkali hal di atas juga disebabkan karena tema Ultah IKAHI ke-68 kali ini yang mengusung seruan untuk mengokohkan soliditas IKAHI. Di mana sebagai organisasi profesi hakim satu-satunya di Indonesia, sampai sekarang tentu masih mengalami tantangan dalam mewujudkan visi dan misinya yaitu tegaknya independensi kekuasaan kehakiman. 

Layaknya sebuah organisasi, IKAHI dalam usianya yang sekarang perlu menegaskan tema soliditas tersebut tidak hanya sekedar slogan kosong saja, namun harus diimplementasikan dalam wujud pengelolaan organisasi dari tingkat cabang sampai ke tingkat pusat berdasarkan kehendak Anggaran Dasar organisasi secara konsekuen. 

Harus diakui struktur organisasi di tingkat cabang misalnya yang semestinya jika mendasarkan pada Anggaran Dasar, maka tidak boleh lagi ada kepengurusan ganda di tingkat cabang berdasarkan satker kelembagaan. Ada kepengurusan IKAHI Cabang PN dan ada kepengurusan Cabang PA di satu wilayah hukum. Belum lagi jika ada PTUN dan Dilmil yang sampai sekarang pada kenyataannya berjalan sendiri-sendiri. Walaupun ada juga di beberapa cabang maupun daerah sudah ada yang kepengurusannya mencerminkan keempat lingkungan peradilan. 

Bacaan Lainnya

Baca : Jaksa Agung RI Beserta Jajaran Pimpinan Melaksanakan Kunjungan Kerja Secara Virtual

Dampak dari struktur kepengurusan yang masih ganda atau jalan sendiri-sendiri tersebut akhirnya berpengaruh terhadap macetnya roda organisasi di tingkat cabang, bahkan kewajiban melaksanakan minimal dua kali musyawarah cabang atau musyawarah daerah saja tidak bisa dilaksanakan. Pada gilirannya tentu tak akan pernah ada program-program yang direncanakan apalagi dilaksanakan. Kalaupun ada kegiatan barangkali hanya setahun sekali ketika ada himbauan dari pengurus pusat. Ini tentu memprihatinkan.

Persoalan lain yang sering terdengar adalah keengganan para hakim adhoc untuk menjalankan hak dan kewajiban yang diatur oleh IKAHI, padahal jelas dalam Anggaran Dasar ditentukan mereka para hakim adhoc adalah juga anggota IKAHI. Namun di berbagai cabang yang ada hakim adhoc sering masih terdengar persoalan sebagaimana di atas. 

Tentu masih banyak pekerjaan rumah yang lain lagi, namun menurut penulis, hal-hal yang telah diuraikan di atas merupakan persoalan prioritas yang harus segera diselesaikan jika berbicara soal soliditas organisasi. Sehingga jika antusiasme para hakim kali ini kemudian diaplikasikan lebih lanjut dalam semangat untuk membenahi persoalan-persoalan mendasar diatas, maka penulis yakin IKAHI ke depan selain solid namun juga akan semakin menjadi alat perjuangan para hakim yang kuat dan berwibawa.

Akhirnya penulis mengajak diri pribadi dan seluruh hakim Indonesia untuk memaknai HUT IKAHI kali ini dengan lebih bersemangat soliditas tinggi menjadikan IKAHI rumah aspirasinya para hakim Indonesia dalam memperjuangkan kemandirian kekuasaan kehakiman. 

Jayalah Hakim Indonesia!!

Penulis adalah salah seorang pengurus pusat IKAHI

Pos terkait