Jakarta, ZI – Badan Peradilan Agama (Badilag) melaksanakan kegiatan bedah berkas perkara ekonomi syariah secara online, Kamis (23/12/2021.
“Kegiatan ini selaras dengan arahan YM Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, SH, MH, dalam rapat pleno kamar tahunan ke-10 Mahkamah Agung di Bandung yang menyatakan ekspektasi publik mulai bergeser pada kualitas dan konsistensi putusan”.
Badilag menyelenggarakan kegiatan pembinaan secara rutin untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas hakim serta aparatur peradilan dalam permasalahan teknis yustisial.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Badilag, Dr. Drs. H. Aco Nur, SH, MH, mengemukakan, “Agar melalui kegiatan ini terjadi peningkatan kepercayaan publik (public trusth) terhadap Peradilan Agama,” katanya.
Pada sesi pengantar, Dr. Sultan, S.Ag, SH, MH, sebagai moderator memaparkan, kasus posisi perkara ekonomi syariah yang dibedah. Pada pokoknya, perkara ini adalah perkara perlawanan atas eksekusi hak tanggungan yang di dalam akadnya terdapat klausula arbitrase (arbitration clause). Majelis hakim tingkat kasasi, dalam pertimbangannya, menyatakan perlawanan atas eksekusi hak tanggungan merupakan kewenangan Pengadilan Agama, meskipun ada klausula arbitrase.
Sementara YM. Edi Riadi, dalam paparannya menjelaskan, “Jika proses eksekusi atau lelang eksekusi telah selesai, maka keberatan atas proses eksekusi tersebut bukan lagi dalam bentuk perlawanan, namun gugatan biasa, sebagaimana ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016,” ungkapnya.
Demikian dengan Prof. Jaih Mubarok, dalam materinya menjelaskan, bahwa “Multiakad boleh berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Persyaratan yang harus terpenuhi dalam praktek mutiakad adalah terhindar dari riba, hilah ribawiyah, dzari’ah ila al-riba, gharar-katsir, tanaqud (saling membatalkan), dan dharar,” terangnya.
Di akhir kegiatan, Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Badilag, Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag, M.Ag, menyampaikan dua catatan penting dari kegiatan ini.
“Pertama, hakim dalam mengadili perkara harus bertindak menjadi mujtahid, sehingga apabila peraturan tidak mengatur suatu sengketa secara eksplisit, maka hakim harus melakukan penemuan hukum (rechtsvinding). Dan kedua, kita patut bersykur ada peningkatan kualitas hakim peradilan agama dalam mengadili perkara ekonomi syariah,” tandasnya.
Untuk diketahui bertindak sebagai narasumber, YM Dr. H. Edi Riadi, SH, MH, Hakim Agung, YM Dr. Drs. H. Mukti Arto, SH, M.Hum, Purnabakti Hakim Agung, Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, SE, MH, M.Ag, Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung, dan Moh. Akhbar Dewani, SH, MH, Advokat dan Praktisi Hukum. Hadir sebagai peserta, pimpinan, hakim, dan aparatur peradilan pada Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia.
(Rio Satria/Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas/zi)