Bekasi, ZI – Korupsi adalah ibarat kanker, yang bukan hanya menggerogoti uang negara, tapi juga menggerogoti moral dan akhlak bangsa.
Sesuai pesan Presiden Terpilih Prabowo Subianto pada pidato kenegaraannya yang pertama, bahwa untuk mewujudkan negara yang makmur, maka pejabatnya harus bersih dan tidak melakukan korupsi. Dan presiden dengan tegas mengatakan tidak akan mentolerir pejabat yang merampok UANG RAKYAT.
Bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia, 9 Desember 2024, salah satu elemen masyarakat, melaporkan 4 Kegiatan di Dinas Pendidikan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2023, yang terindikasi adanya permufakatan jahat dalam transaksi e-katalog yang berujung pada indikasi korupsi ke Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Adapun 4 (empat) kegiatan itu adalah:
Sarana TIK SD, Penyedia CV. AP
Sarana TIK SMP, Penyedia CV. AP
Belanja Computer All in One, Penyedia CV. MSU, dan
Pengadaan Mebel Sekolah, Penyedia CV. SBM
Bukan hanya itu, dalam 4 kegiatan ini juga terindikasi adanya Permufakatan Jahat dalam Penyajian Data yang disengaja untuk mengurangi nilai kerugian negara yang menjadi kewajiban Dinas Pendidikan untuk mengembalikannya ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).
Adapun rincian pengadaan tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Sarana TIK SD, dan
Sarana TIK SMP
2 (dua) kegiatan ini dilaksanakan oleh satu penyedia untuk menyediakan 2 jenis barang yang sama dalam tiap kegiatan.
Dari laman SIRUP LKPP Dinas Pendidikan Kota Bekasi tahun anggaran 2023, bahwa 2 kegiatan ini diperuntukkan bagi PELAKU USAHA KECIL. Dan dari laman E-katalog LKPP, didapatkan bahwa 2 kegiatan ini untuk membeli komputer merek Axioo, dan printer.
Sejak awal, 2 kegiatan ini sudah menarik perhatian karena pihak ketiga sebagai penyedia bukanlah PELAKU USAHA KECIL tapi adalah salah satu perusahaan berkualifikasi NON KECIL dan berdomisili di SURABAYA. Ini jelas sudah bertentangan dengan RUP (Rencana Umum Pengadaan) yang disusun oleh Disdik sendiri.
Kedua, item barang yang dibeli adalah identik sama. Dan menjadi pertanyaan, mengapa 2 kegiatan ini tidak disatukan saja menjadi 1 kegiatan. Karena walaupun disatukan menjadi 1 kegiatan, nilai kegiatan itu belum melebihi 15 Miliar dan masih dapat dikerjakan oleh Pelaku Usaha Kecil.
Ketiga, pihak penyedia yang dipilih adalah perusahaan NON KECIL di Surabaya, sedangkan barang yang dibeli sumbernya ada di Jakarta. Hal ini terindikasi adanya niatan jahat untuk meninggikan harga franko dan melebihkan harga barang.
Selanjutnya kegiatan ketiga, belanja Computer All in One yang dikerjakan oleh CV. MSU juga terindikasi adanya Permufakatan Jahat untuk menggerogoti uang negara. Dimana penyedia barang dan pejabat pengadaan di dinas pendidikan secara sadar melakukan tindakan proforma yang sudah mereka akui sendiri di laporan audit BPK yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI). Atas tindakan proforma ini, BPK mencium adanya indikasi pemahalan harga atas barang yang dibeli oleh Dinas Pendidikan Kota Bekasi.
Dan untuk kegiatan keempat, Pengadaan Mebel Sekolah, BPK RI juga mengendus adanya tindakan proforma dan melebihkan harga barang (markup).
Atas 4 kegiatan diatas, muncul kerugian negara mencapai Rp. 7.425.038.108,99. yang harus segera diproses oleh Wali Kota, Sekda, dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi dan disetorkan ke RKUD Kota Bekasi. Namun dari penelisikan redaksi atas transaksi e-katalog Disdik Tahun Anggaran 2023, angka ini berselisih Rp. 1.284.476.351,00,
Bila mengacu pada transaksi e-katalog, maka indikasi pemahalan harga pada 4 kegiatan diatas mencapai 8,7 miliar rupiah.
Ironisnya, walaupun sudah direkomendasikan oleh BPK RI, agar Wali Kota Bekasi menginstruksikan Sekretaris Daerah untuk memberikan Sanksi dan Hukuman kepada Kepala Dinas Pendidikan, Kabid SD dan Kabid SMP atas ketidakpatuhan pada peraturan perundangan-undangan serta ketidak pahaman atas peraturan pengadaan barang/jasa, sampai berita ini diturunkan, tidak ada satupun pejabat di Disdik Kota Bekasi yang diberikan sanksi dan hukuman.
LHP BPK resmi dikeluarkan pada 17 Mei 2024, dan batas waktu 60 hari yang diberikan sebagai batas maksimum pengembalian kerugian negara ke RKUD telah lama dilewati. Sudah waktunya bagi para pejabat yang terindikasi melakukan ketidakpatuhan pada peraturan perundang-undangan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum. (GP/ZI-3)