Bekasi, ZI – Tahap pendaftaran PPDB SMA Tahap 1 di Kota Bekasi sudah selesai dilaksanakan. Kini orang tua dan siswa tinggal menunggu pengumuman penerimaan pada Senin depan (21/6). Namun, dari pantauan ZI, dari laman PPDB, khususnya pada Data Pendaftar Jalur Prestasi Nilai Rapor SMAN Kota Bekasi, banyak score yang ekstrim dan terkesan tidak masuk akal. Dan, ketika hal ini dipertanyakan, beberapa kepala sekolah dan wakil kepala sekolah memberikan jawaban yang bervariasi.
Mengacu pada Juknis PPDB yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat, bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sudah membangun sistem seleksi yang akuntabel dan transparan. Dimana pihak sekolah asal maupun orang tua siswa hanya diberikan hak untuk meng-upload dokumen sesuai dengan Jalur Penerimaan yang diinginkan. Misalnya, jika mendaftar melalui Jalur Prestasi Nilai Rapor, sekolah sebelum pendaftaran hanya diminta untuk meng-upload dokumen rapor, mulai semester 1 sampai semester 5. Selebihnya adalah syarat umum. Dan kemudian pemberian score maupun perangkingan dilakukan oleh sistem setelah terlebih dahulu diverifikasi oleh sekolah tujuan.
Dari beberapa kepala sekolah dan Wakil Kepala SMA Negeri di Kota Bekasi diambil kesimpulan bahwa pihak sekolah tujuan juga tidak diberikan hak untuk melakukan skoring terhadap nilai rapor siswa yang mendaftar. Mereka sekedar menerima data dari sekolah asal atau orang tua, lalu melakukan verifikasi keotentikan data yang diupload. Selebihnya, nilai score dan ranking dilakukan oleh sistem.
Seperti jawaban salah satu ketua panitia seleksi di salah satu SMAN, “Ada aturannya di Juknis bang berdasar data yg diupload oleh pendaftar/sekolah asal, menyertakan peringkat di kelasnya dan sistem akan memproses seleksi sesuai kuota masing masing sekolah.”
Ia juga melanjutkan, “Jika ada kemungkinan kesalahan operator meminta klarifikasi dan perbaikan sampai saat batas terakhir terhadap calon.” Bila keterangan ini benar, maka baik pendaftar (orang tua dan atau sekolah asal—red), dan pihak sekolah tujuan tidak memiliki kewenangan apapun dalam memberikan score.
Sedangkan jawaban Kepala KCD Wilayah III, Asep Sudarsono, bahwa pendaftar melakukan upload dokumen, dan panitia melakukan verifikasi. Meskipun tidak dipungkiri masih ada beberapa kekurang telitian. “Masih ada input dan verifikasi data yg belum teliti. Maka kita melakukan verifikasi berlapis agar tidak terjadi kesalahan,” jawab Asep, melalui aplikasi WA, kepada ZI, Sabtu (19/06/21).
Pada laman PPDB Provinsi Jawa Barat Kota Bekasi, publik bisa melihat score masing-masing pendaftar. Tapi, di beberapa sekolah, skor-skor ajaib bermunculan dan menjadi pertanyaan publik, dari mana asal skor tersebut. Misalnya, di SMAN 2, ada beberapa siswa dengan score di atas 900. Ada 982, 990, 969, 998, 960 dan 917. Di SMAN 7 ada skor 6979.02. Di SMAN 14 juga ada skor 984. Lalu di SMAN 16, ada skor 988. Di SMAN 20, ada juga skor 952. Di SMAN 21, muncul skor 966. 958, dan skor 1112. Dan terakhir di SMAN 22, muncul skor 962, 958 dan 990.
Saat dikonfirmasi, pihak sekolah tujuan juga tidak paham skor tersebut didapatkan dari mana. Sedangkan Kepala KCD mengatakan, “Diinput data yg dilakukan di SMP asal, pembaginya oleh 7 mata pelajaran, seharusnya pembaginya 10 mapel.”
Berarti sistem yang dibangun oleh Disdik Provinsi Jawa Barat masih banyak celah yang nyata-nyata merugikan siswa dan orang tua siswa. Nilai yang dipampang tersebut bukanlah nilai yang valid, bisa dibagi unsur pembagi 7 ataupun unsur pembagi 10. Lalu, dari mana publik tahu bahwa score yang terpajang itu dibagi 7 atau dibagi 10?
Arnold Silaban, Ketua LSM MASTER, kepada ZI, mengatakan bahwa sistem seleksi itu seharusnya dibangun dengan aturan yang jelas, akuntabel dan transparan. Dimana proses maupun kriteria seleksi harus diketahui oleh publik, yaitu orang tua siswa. Sehingga, walaupun mereka tersisih dalam seleksi tersebut, mereka dapat menerima dengan ikhlas karena semua berjalan transparan dan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan. Dan tidak ada yang merasa dirugikan atas seleksi itu.
“Seharusnya, sebelumnya, pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyosialisasikan darimana angka “score” itu didapatkan. Apakah berupa akumulasi nilai 7, 8, 9, 10 atau 11 mata pelajaran dari 5 semester, ditambah dengan pembobotan ranking kelas kemudian dibagi dengan mata pelajarannya. Atau nilai suka-suka panitia seleksi saja, sehingga tidak perlu dipertanyakan. Ini era keterbukaan. Jangan hanya score-nya yang dipampang, tapi darimana score tersebut didapatkan, tidak ada yang tahu,” jelas Arnold.
Arnold juga menambahkan, setelah mereka melakukan komparasi dengan beberapa sekolah favorit di Kabupaten Bekasi, yang notabene, masih satu lingkup yang sama di bawah pengelolaan KCD Wilayah III, tidak ada nilai yang sangat ekstrim, seperti layaknya yang terjadi di Kota Bekasi.
“Kita sudah pantau di laman PPDB Kabupaten Bekasi. Seperti di SMAN 1 Tambun Selatan, dan SMAN 5 Tambun Selatan. Jangankan skor 1000, skor 900 saja tidak ada. Ini kami baru menemukan skor 946 di SMAN 1 Setu. Sepertinya Kepala KCD Wilayah III perlu lebih memperhatikan fenomena yang terjadi di kota Bekasi ini. Agar kepercayaan publik akan independensi sistem seleksi PPDB tetap terjaga” tutup Arnold.
(GP/ZI)